Sinopsis Rooftop Prince Episode 12
Sinopsis Rooftop Prince Episode
12
Yi Gak mulai panik karena tak
dapat menemukan Park Ha. Padahal barang-barang sudah mulai hangus terbakar dan
sekarang berjatuhan. Asap mulai menyesakkan dadanya.
Samar-samar ia melihat seseorang
yang terduduk bersandar di rak. Ia berlari dan berteriak memanggil Park Ha.
Ternyata benar. Berkali-kali ia membangunkan Park Ha, tapi Park Ha tak
bergerak. Yi Gak sudah ketakutan. Ia berteriak memanggil Park Ha lagi.
Dan Park Ha membuka matanya
dengan lemah. Tapi itu sudah cukup bagi Yi Gak. Ia memeluk Park Ha penuh rasa
syukur.
Ia menutup wajah Park Ha dengan
saputangan basahnya untuk menyaring asap agar tak dihirup oleh Park Ha. Ia
kemudian menggendong Park Ha ke luar gudang dan di luar Man Bo sudah menunggu
mereka bersama tandu yang dibawa oleh ambulans.
Dibantu paramedis, Yi Gak
meletakkan Park Ha ke tandu. Ia sedikit terpana melihat wajah Park Ha yang tertutup
cadar. Sesaat ia berpikir seakan mengingat-ingat sesuatu, tapi terhenti karena
asap yang sedari tadi ia hirup baru ia rasakan sekarang dan membuatnya
terbatuk-batuk.
Park Ha pun dibawa ke dalam
ambulans.
Park Ha beristirahat di rumah dan
Yi Gak membawakan obat yang ia racik untuk menenangkannya. Yi Gak mengatakan
kalau Park Ha harus beristirahat dan ia membantu Park Ha untuk berbaring.
Sebelum Yi Gak pergi, Park Ha memberikan saputangan kupu-kupu Yi Gak. Namun
saputangan itu terlepas dari tangannya dan menutupi sebagian wajahnya.
Yi Gak terpana melihat wajah Park
Ha dan ia menatap Park Ha lama sekali, membuat Park Ha bertanya-tanya.
Sepertinya ada sesuatu yang terlintas di pikiran Yi Gak saat melihat Park Ha
yang tertutup saputangan itu.
Se Na pulang ke kantor dengan
marah. Dari sepenggal informasi yang terpotong dari Man Bo yang hanya
menyebutkan nama Park Ha karena setelah itu Man Bo terbatuk-batuk karena asap, Se
Na langsung menyimpulkan kalau Yi Gak membatalkan pertemuan pentingnya karena
Park Ha.
Ia langsung mengadu pada nenek. Nenek kaget mendengarnya, “Apa?
Setelah mendapat telepon dari Park Ha ia langsung pergi meninggalkan
pertemuan?”
“Ya,” Se Na membenarkan.
Nenek heran juga kesal pada kelakuan Park Ha
dan menyuruh Se Na untuk memanggilnya.
Hhh… ini nih, contoh noise dalam
komunikasi. Noise-nya bernama Se Na.
Yi Gak buru-buru datang memenuhi
panggilan nenek. Di lift ia bertemu dengan Taek Soo yang memarahinya. Yi Gak
minta maaf, ia akan melakukan lebih baik di kesempatan berikutnya. Tapi menurut
Taek Soo tak ada kesempatan berikutnya karena kegagalan Yi Gak kali ini akan
dimanfaatkan oleh kubu Tae Moo untuk menendang Yi Gak dari perusahaan.
Yang memarahi Yi Gak tak hanya
Taek Soo tapi juga nenek. Nenek tak mau mendengar penjelasan Yi Gak dan
langsung memutuskan agar Yi Gak menyuruh Park Ha pindah rumah sekarang juga.
Bukankah Park Ha juga sudah tahu kalau Yi Gak akan menikah dengan Se Na? Namun Nenek kemudian merubah keputusannya. Ia sendiri yang akan menyuruh Park Ha untuk
keluar dari rumah itu malam ini juga.
Yi Gak mengajak semuanya makan
malam di luar. Man Bo memberikan potongan ayamnya pada Park Ha sebagai
bentuk perhatian karena hari ini Park Ha terluka. Aksi ini juga diikuti
oleh
Young Sul yang merasa wajah Park Ha tak sesegar biasanya.
Chi San kesal melihat hal itu dan merajuk, “Apakah yang sakit
hanyalah noona? Aku juga baru saja mengalami operasi usus buntu!”
Yi Gak tersenyum mendengar
keluhan Chi San dan memberikan potongan ayamnya pada Chi San. Tentu saja Chi
San gembira mendapat potongan ayam dari junjungannya. Park Ha bertanya
bagaimana kondisinya sekarang?
Chi San merasa sedikit sakit di
bekas operasinya, tapi ia sudah merasa lebih baikan. Asal jangan tertawa (yang
membuat bekas operasinya tertarik dan akan membuatnya sakit lagi).
Serempak Man Bo dan Young Sul
membalikkan matanya sehingga Chi San terpingkal-pingkal dan kemudian
mengaduh-aduh kesakitan, “Ahh.. jangan buat aku tertawa.” Man Bo dan Young Sul
menghentikan aksinya. Young Sul memberikan potongan ayamnya pada Chi San,
“Makanlah yang banyak,” dan ia membalikkan matanya lagi. Chi San kembali
mengaduh-aduh sambil terpingkal-pingkal.
Park Ha ikut terbahak-bahak
melihat kelakuan mereka yang seperti anak-anak. Wajah Yi Gak bahagia, bukan
karena kelakuan para pengikutnya tapi karena tawa renyah Park Ha.
Setelah makan Young Sul dan Man
Bo mengajak Chi San untuk jalan-jalan lagi. Chi San mau asal mereka tak
membuatnya tertawa lagi. Young Sul dan Man Bo bersikap polos dan berjanji tak
akan mengganggunya lagi.
Mereka bertiga pamit meninggalkan
Park Ha dan Yi Gak. Yi Gak dan Park Ha
mengawasi kepergian mereka, dan Yi Gak menghitung. “Satu.. dua..”
Terdengar suara tawa Chi San yang
diiringi erangan kesakitannya. Chi San berusaha untuk kabur tapi gagal karena
ia separuh diseret untuk pergi. Park Ha dan Yi Gak hanya mampu tertawa melihat
penderitaan Chi San.
Park Ha dan Yi Gak pulang ke
rumah. Yi Gak yang melihat sosok nenek dan tantenya lebih dulu. Ia langsung
maju ke depan Park Ha dan membalikkan badan, menutupi sosok Park Ha dari
pandangan orang tuanya. Tapi nenek dan tante belum melihat mereka.
Yi Gak mengatakan kalau nenek
salah paham akan kejadian tadi siang, dan marah pada Park Ha. Ia merasa saat
ini menghindari nenek adalah jalan keluar yang terbaik.
Park Ha minta maaf telah
merepotkan Yi Gak. Karenanya, Yi Gak kehilangan kontrak penting dan dimarahi
nenek. Yi Gak malah yang ingin minta maaf. Tak seharusnya ia meminta Park Ha
untuk ke gudang, dan malah melukainya.
Park Ha berterima kasih karena Yi
Gak datang menyelamatkannya. Tapi Yi Gak malah yang ingin berterima kasih,
“Hari ini aku melihatmu tertawa lagi.”
Aww..
Tersipu-sipu Park Ha bertanya,
mengapa Yi Gak harus berterimakasih karena tawanya? Yi Gak khawatir kalau Park
Ha tak dapat tertawa bahagia lagi karenanya. Mendengar itu, Park Ha langsung
membantah, “Kau tak bisa mengendalikanku, untuk tangis dan tawaku.”
Yi Gak mulai meradang mendengar
kata-kata Park Ha, “Tuh kan, tuh kan. Kenapa kau selalu membantahku?”
Duduk berdua di atas bukit, Yi
Gak menanyakan apakah Park Ha teringat perkataannya saat ia mabuk? Park Ha tak
ingat. Maka Yi Gak menyegarkan ingatan Park Ha kembali kalau bagi Park Ha
kedatangannya di dalam rumah Park Ha adalah sebuah ketidakberuntungan.
Park Ha
membantah pernah mengatakan hal seperti itu. Namun Yi Gak bersikeras pada
ingatannya, karena orang mabuk biasanya tak ingat apa yang ia ucapkan.
Intinya adalah, kata-kata Park Ha
membuat Yi Gak berpikir kalau kedatangannya pasti menggangu ketentraman hidup
yang selama ini dimiliki Park Ha dan pasti terasa berat bagi Park Ha.
Park Ha tak merasa berat. Ia
malah mungkin lebih suka kalau rumah yang ia datangi adalah rumah yang lebih
besar dan lebih nyaman. Yi Gak tersenyum dan mengatakan kalau ia sangat
menyukai rumah Park Ha, hanya Park Ha sedang sial didatangi olehnya.
Park Ha buru-buru mengatakan
kalau ia benar-benar tak bermaksud mengatakan kalau ia sial. Mendengar hal ini,
Yi Gak langsung menyadari, “Katanya kau tak pernah mengatakannya.”
Uppss… ketahuan. Park Ha
buru-buru mengatakan kalau ia benar
pernah mengatakannya, walau kenyataannya ia tak pernah mengatakannya.
Yi Gak ingin mengejar jawaban
Park Ha lagi, tapi ada bunyi SMS dari handphonenya. Yi Gak memeriksa, ternyata
SMS dari Chi San yang mengabarkan kalau nenek sudah pergi. Park Ha bertanya
apakah SMS itu adalah kabar dari rumah? Apakah nenek sudah pergi?
Ragu-ragu Yi Gak berkata, “Nenek
masih berada di depan rumah. Ia pasti sangat marah jadi kau harus
menghindarinya.”
Termakan kebohongan Yi Gak, Park
Ha mengangguk mengerti.
Mereka ke rumah makan lagi dan
Park Ha melihat Yi Gak membelah dan menghaluskan sumpit dengan mudahnya.
Park Ha berkomentar kalau Yi Gak sekarang sudah beradaptasi dengan
kehidupan masa kini
dan menertawakannya bagaimana waktu dulu ia tak bisa melakukan apa-apa.
Yi Gak
kesal dikatai seperti itu. Ia juga menceritakan bagaimana badan sekecil Park Ha
bisa bersuara kesal dan sok banget. Berkali-kali Young Sul sudah ingin membunuh
dengan pedangnya, dan dialah yang
mencegah Young Sul menghabisi Park Ha.
Park Ha tak mau kalah. Ia
mengingatkan bagaimana Yi Gak menjerit ketakutan dan mengacungkan jarinya ke
atas hanya karena darah setetes saja. “Kalau orang sekarang mengatakan kau itu
cemen.”
“Cemen?” Yi Gak jelas tak
mengetahui kata itu, tapi dari nada Park Ha pasti kata itu sangat
merendahkannya.
Dan Park Ha kembali merendahkannya, “Kau
selalu mengeluh dan merajuk ‘kau menyiksaku’, ‘kau menyiksaku’. Tapi kau tak
pernah mau bekerja. Kau itu dulu sangat sok.”
“Apa? Sok?” Kali ini Yi Gak
benar-benar kesal. “Untuk membantumu
menjual strawberi, aku harus memakai baju binatang dan bergoyang menari sampai
aku jatuh pingsan.”
Park Ha tersentak kaget,
“Bukankah itu Becky?”
Uppss.. ketahuan.
Yi Gak salah tingkah mengetahui
kebohongannya terbongkar. Untuk mengatasi rasa malunya, ia membela diri,
“Karena kau selalu melihatku dengan mata seperti ini,” Yi Gak menyipitkan
matanya, “jadi bagaimana aku berani memberitahukan hal ini padamu?”
Melihat Park Ha cemberut
mendengar hinaannya, ia berkata lagi, “Tapi sebenarnya kau kelihatan cantik
saat kau pergi ke matseon.”
Aww.. ada yang mulai belajar
merayu..
Park Ha pura-pura merajuk. “Apa
ini? Kau melukaiku setelah itu mengobatiku?” Tapi ia juga memuji Yi Gak, “Kau
sebenarnya juga tampak sedikiiii…tt tampan setelah memotong rambut panjangmu.”
Mendengar pujian ini Yi Gak hanya
bisa berkata, “Itu bukan karena aku memotong rambut panjangku, tapi karena aku
sudah tampan sejak dulu.”
LOL. Park Ha speechless mendengar
Yi Gak yang sangat narsis dan hanya bisa menggerutu, “Sok banget.”
SMS Chi San datang lagi dan kali
ini bertanya kapan mereka akan pulang? Park Ha bertanya apakah nenek sudah
pergi? Kali ini Yi Gak berkata dengan lebih lancar kalau nenek masih ada di
sana, sepertinya nenek benar-bener teguh pendiriannya.
Untuk menghindari nenek yang kata Yi Gak belum juga pulang, mereka
memutuskan untuk menghabiskan waktu di luar. Berdua, mereka menyusuri jalanan
Seoul, menikmati kebersamaan mereka. Tanpa kata, namun terasa menyenangkan.
Karena berbagai kenangan akan kebersamaan mereka dari awal pertemuan, terlintas
dalam pikiran.
Namun mereka harus mencari tempat
lain untuk menghabiskan waktu. Dan tempat itu adalah sauna. Yi Gak sangat
menikmati saat-saat ini. Ia bahkan sudah menemukan posisi yang nyaman untuk
tidur di sauna. Park Ha melarang Yi Gak untuk tidur karena sebentar lagi nenek
pasti pulang.
Dengan mudahnya Yi Gak berbohong
kalau nenek masih ada di luar rumah mereka. Park Ha heran, apakah nenek tak
lapar? Yi Gak menjawab kalau nenek memesan makanan untuk diantar.
Wkwkwk.. gak bisa kebayang nenek,
seorang presiden direktur, makan makanan delivery di pinggir jalan.
Park Ha mulai menduga kalau Yi Gak sedang membohonginya. Tapi dengan santai Yi Gak bertanya balik, “Apa kau mudah dibohongi?” Park Ha tetap mendesak Yi Gak, ia yakin kalau Yi Gak sedang membohonginya. Ia mulai berbicara lagi tapi tak ada jawaban karena Yi Gak telah tertidur.
Aww.. pangeran kita pasti lelah mental dan fisik setelah seharian sibuk menyelamatkan putri.
Park Ha tak membangunkan Yi Gak. Ia malah menyiapkan bantal dan perlahan-lahan ia mengangkat kepala Yi Gak dan menaruh bantal di bawahnya agar Yi Gak bisa tidur dengan nyenyak.
Saat ini adalah saat yang tepat bagi Park Ha memandangi wajah Yi Gak tanpa ketahuan pemiliknya. Tangannya terulur ingin menyentuh wajah Yi Gak, tapi niat it diurungkannya karena takut membangunkan Yi Gak.
Yi Gak memang tidur dengan nyenyak bahkan sampai bermimpi. Ia bermimpi kejadian saat ia berjalan-jalan di taman dan bertukar puisi dengan adik iparnya Bu Young.
Ia terbangun dan merasa aneh. Kenapa akhir-akhir ini ia sering memikirkan adik iparnya? Ia menoleh ke sekeliling mencari Park Ha.
Subuh-subuh mereka pulang ke rumah. Berdua berjalan berpayungan bersama di bawah rintiknya hujan. Betapa kagetnya mereka melihat Se Na berdiri di depan rumah menunggui Yi Gak. Bukankah mereka telah berjanji akan bersma-sama mencari gaun untuk pertunangannya?
Haaa?! Subuh-subuh sudah datang?
Memang butik buka jam berapa? Jam 6?
Yi Gak menyadari kalau ia lupa
dan ia meminta Se Na untuk menunggunya sebentar saja. Park Ha melihat hal ini
namun tak berkomentar apapun, meninggalkan Se Na berdiri kesal di depan halaman.
Perusahaan mengadakan rapat pimpinan. Para direktur memuji kinerja Tae Moo dan mengkritik Tae Young yang gagal membuat kontrak perjanjian. Bahkan para direktur mendengar gossip kalau Tae Young sedikit kurang waras. Walau ia cucu presiden, tapi jika tak mampu seharusnya Tae Young turun dari jabatannya.
Taek Soo membela Tae Young yang gagal membuat kontrak karena ia menyelamatkan nyawa seseorang. Tae Moo tersenyum meremehkan dan mengajak semuanya untuk memberi kesempatan lagi pada sepupunya.
Nenek kembali memarahi Yi Gak yang membuatnya malu di rapat perusahaan dan menyuruh Yi Gak menggunakan kesempatan yang diberikan Tae Moo sebaik-baiknya. Kali ini Yi Gak dan Tae Moo akan meluncurkan produk baru yang berbeda. Jika penjualan Yi Gak lebih tinggi, maka posisi Yi Gak selamat.
Ketiga pengikutnya kaget saat diberitahu kalau mereka harus berkompetisi dengan tim Tae Moo. Mereka tak yakin menang. Tapi Yi Gak adalah pangeran sebuah kerajaan. Ia memahami seni perang.
Maka mereka menyusun rencana untuk membuat aktivitas palsu dan membocorkannya di luar seolah-olah itu usaha terkeras mereka.
Dan benar saja, Soo Bong
melaporkan aktivitas kubu Tae Young dan ia merasa tak perlu mengkhawatirkan
langkah mereka. Apalagi Tae Moo memiliki produk baru andalan yaitu sepatu yang
sangat populer di Hollywood. Tapi ia berjanji akan tetap memata-matai mereka.
Se Na mencoba gaun untuk pertunangan mereka dan menunjukkannya pada Yi Gak. Berbeda dengan saat ia melihat Park Ha mencoba gaun untuk matseon, Yi Gak hanya tersenyum dan mengatakan kalau baju Se Na bagus. Ia menyuruh Se Na untuk langsung mengambilnya.
Kata-kata Yi Gak membuat Se Na
kecewa. Bukankah seharusnya Yi Gak memujinya cantik atau manis? Yi Gak
menyadari kesalahannya. Ia minta maaf dan mengatakan kalau Se Na sangatlah
cantik.
Setelah membeli baju itu, mereka
duduk di café. Se Na berkata walaupun mereka telah bertunangan, ia merasa kalau
Yi Gak malah semakin jauh. Dan ia menyalahkan Park Ha karenanya. Yi Gak
langsung membantah kata-kata Se Na. Menurut Yi Gak, Park Ha bukanlah tipe gadis
yang suka merebut milik orang lain, malah ia akan memberikan apa yang ia
miliki.
Se Na kaget mendengar pembelaan Yi Gak yang cenderung menyalahkannya. Kalaupun ia salah, bukankah seharusnya Yi Gak berada di pihaknya.
Gadis ini mungkin bukan hanya jahat, tapi juga gila saya rasa. Logikanya kebalik-balik.
Se Na pura-pura marah dan meninggalkan Yi Gak. Ia berjalan cukup jauh, dan berhenti, berharap Yi Gak menghentikannya. Tapi Yi Gak tetap duduk di kursinya, membuat Se Na benar-benar merasa kesal.
LOL. Tahu rasa sekarang Se Na bagaimana rasanya dicuekkin. Tak cuma sekali dua kali, lagi.
Di rumah Yi Gak melihat Park Ha mengepak barang-barangnya. Tapi Park Ha menjelaskan kalau ia hanya membuang barang-barang yang tak terpakai seperti baju, sepatu dan barang lainnya. Padahal di kotak itu ada boneka lobak yang ia dapatkan bersama Yi Gak.
Park Ha meminta agar ia boleh mengambil pot bunga teratai. Yi Gak keberatan, kalau Park Ha ingin melihatnya, ia dapat mengunjungi rumah ini. Park Ha tak mau. Bagaimana mungkin ia datang ke rumah ini? Pokoknya ia ingin membawanya.
Kata-kata Park Ha membuat Yi Gak curiga. Memang Park Ha mau pergi sangat jauh? Park Ha masih belum tahu. Yi Gak marah mendengarnya, jika Park Ha tak tahu tujuannya untuk pergi, kenapa harus pergi?
“Aku berencana untuk pergi ke suatu tempat yang lebih bagus dari tempat ini.”
“Mana ada tempat yang lebih bagus dari tempat ini?” Tanya Yi Gak kesal.
“Kenapa tak mungkin ada tempat yang lebih bagus dari tempat ini?” balas Park Ha menantang. “Ruangan yang luas, pemandangan yang indah, akses transportasi mudah. Banyak sekali tempat seperti itu.”
Yi Gak tak dapat membalas balik. Park Ha kemudian menanyakan tentang kembang api. Yi Gak langsung menahan kembang api itu. Kembang api itu dibeli jika mereka ingin merayakan sesuatu.
Tapi Park Ha mengatakan dengan kegembiraan yang berlebihan, “Aku berencana memiliki banyak hal yang harus aku rayakan setelah ini, jadi kembang ini akan aku ambil.”
Kemarahan Yi Gak semakin meluap, “Baiklah! Ambil saja semuanya. Semuanya!”
Tapi sepertinya Park Ha yang ingin mengambil Yi Gak,
karena itu ia mengatai Yi Gak, “Bodoh!”
Dan kemarahan Yi Gak sudah di ubun-ubun, “Bodoh?!”
Sementara itu Mimi dan Becky kaget kalau Yi Gak akan menikahi Se Na. Mereka memarahi ketiga Joseoners yang tak setia kawan pada Park Ha. Semua orang tahu kalau Park Ha dan Yi Gak saling menyukai. Tapi mengapa mereka hanya duduk diam setelah apa yang Park Ha lakukan untuk mereka?
Chi San meminta Becky dan Mimi
tak menganggap mereka seperti itu. Mereka memiliki alasan sendiri yang tak
dapat mereka beritahukan.
Setelah mendengar kabar itu, Mimi
langsung bertanya pada Park Ha dan menawarkan bantuannya. Pamannya sedang
membuka lowongan kerja, hanya saja tempat kerjanya di Pohang yang jaraknya
kurang lebih 315 km. Park Ha tak mempermasalahkannya. Dan Mimi berjanji akan
menanyakan pada pamannya.
Hari-hari ketiga Joseoners dilewati dengan memberi gossip dan aktivitas palsu di sana-sini sehingga Soo Bong mendengarnya. Dan ia melaporkan pada Tae Moo yang memintanya agar tak perlu khawatir karena ia telah membereskannya.
Tak berhasil menjelek-jelekkan
Park Ha di depan Yi Gak, Se Na mencari jalan lain. Ia mendatangi Park Ha di
rumah. Karena Yi Gak tak mau pindah dari rumah ini, maka setelah menikah ia
akan tinggal di rumah ini, dan ia minta Park Ha tak menghalanginya.
Dengan kata lain Se Na ingin
mengusir Park Ha dari rumah loteng. Dengan nada datar, Park Ha menyuruh Se Na
diam karena ia akan mengurus hal ini sendiri dan ia pun pergi masuk kamar.
Se Na tak suka mendengar nada bicara Park Ha. Sebelum pergi, Se Na menjatuhkan tas yang ia bawa dan menyuruh Park Ha untuk membawa tas yang berisi baju Yi Gak di kamar calon suaminya.
Park Ha sedang menulis surat ketika mendengar kedatangan Mimi datang. Ia meletakkan surat itu dibawah kotak tisu sebelum pergi menemui temannya.
Mimi bertanya kapan Park Ha akan pindah? Park Ha menjawab tiga hari lagi. Mimi menyuruh Park Ha untuk segera pergi ke tempat pamannya hari ini karena pamannya sedang ingin merekrut orang dan orang yang telah mendaftar cukup banyak. Park Ha bersedia pergi ke Pohang hari ini dan meminta alamat paman Mimi.
Sebelum pergi, Park Ha pergi ke kantor dan memberikan surat pengunduran diri. Sebenarnya atasan Park Ha merasa keberatan. Namun ia tak dapat menahan Park Ha karena walaupun Park Ha belum mendapat pekerjaan lain sebagai gantinya, alasan Park Ha adalah ingin mempelajari hal lain yang baru.
Yi Gak mendapat informasi dari anak buahnya kalau strategi mereka berhasil. Setiap aktivitas palsu mereka selalu digagalkan oleh kubu Tae Moo. Yi Gak menyuruh mereka meneruskannya.
Mungkin kalau ketiga orang ini
tak berhasil kembali ke era Joseon, mereka dapat menjadi actor K-drama. Akting
putus asa mereka sangat meyakinkan sehingga Soo Bong percaya kalau usahanya
menjegal Yi Gak telah berhasil.
Ia melaporkan hal itu pada Tae Moo yang telah menduga hal itu pasti akan terjadi. Ia menyuruh Soo Bong untuk melakukan usaha sabotase itu sendiri.
Sementara itu Yi Gak pergi menemui manager yang kemarin kontraknya ia gagalkan. Ia menunggu di depan ruangan kantornya, walaupun manager itu menolak menemuinya. Dan kesabarannya membuahkan hasil. Manager itu keluar ruangan dan bersedia berbicara lagi pada Yi Gak.
Tae Moo bertemu dengan Se Na yang sedang berkemas-kemas. Rupanya setelah menjadi tunangan cucu presiden, Se Na memutuskan untuk keluar dari perusahaan.
Tae Moo menyuruh Se Na untuk membatalkan rencananya dan pergi ke Inggris menemui ibunya. Ia akan menyelesaikan semuanya di sini. Saat Se Na kembali, semuanya akan kembali normal seperti sedia kala. Tae Young tak akan ada di sini, dan ayah tak bisa mengatai Se Na lagi. Ia melarang Se Na bersama dengan Tae Young, karena sebentar lagi Tae Young akan hancur.
Ayah melihat mereka dan mendengar apa yang Tae Moo katakan pada Se Na. Ia memanggil Tae Moo dan bertanya apakah Tae Moo belum bisa melupakan Se Na? Se Na adalah gadis yang ibaratnya menilai pria seperti menilai baju dari label harganya. Mana yang lebih mahal, itulah yang ia pilih.
Tae Moo bersikeras kalau Se Na
akan memilihnya lagi.
Whoaa.. cinta sejati. Atau cinta buta? Atau bodoh? Ckckck..
Ayah Tae Moo menyuruh Tae Moo untuk sadar. Semua yang ada di diri Se Na, dari kepala sampai ke kaki, adalah sampah. Ibunya bukanlah professor di Inggris melainkan penjual ikan di pasar. Tae Moo terkejut mendengarnya.
Yi Gak pergi ke kantor Park Ha karena ia tak dapat menemukannya di studio. Ia bertemu dengan atasannya dan sangat terkejut saat diberitahu kalau pagi ini Park Ha telah mengundurkan diri.
Ia segera pulang ke rumah dan menemukan kamar Park Ha telah bersih dan kosong. Lagi-lagi handphone Park Ha dimatikan dan tak dapat ia hubungi. Yi Gak terduduk lemas di tempat tidur Park Ha, frustasi tak dapat menemukan Park Ha.
Dari arah pandangnya sekarang, ia melihat sebuah kertas yang mengintip dari bawah kotak tisu. Yi Gak pun mengambilnya. Ternyata Park Ha meninggalkan surat untuknya,
Untuk Pangeran yang bodoh,
Saat Yang Mulia membaca surat ini, aku sudah meninggalkan rumah loteng dan tiba di tempat lain. Tentu saja tempat yang jauh lebih baik. Terima kasih telah memberikan banyak kenangan yang indah untukku. Aku menikmati saat-saat kita bersama. Janganlah menyesal. Sampaikan maafku pada Young Sul, Chi San dan Man Bo. Aku akan merindukan kalian semua.
Selamat tinggal
Dari orang yang lebih bodoh darimu, Park Ha.
Yi Gak menangis membaca surat itu. Untuk sesaat ia tak tahu harus melakukan apa. Ia bangkit, ingin mencari Park Ha, tapi ia harus mencari kemana? Ia mencoba menelepon lagi, tapi handphone Park Ha tetap tak aktif. Tak tahu harus dengan cara apa ia bisa menemukan Park Ha, Yi Gak kembali duduk dan tak melakukan apapun
Tae Moo pergi ke pasar dan melihat ibu Park Ha sedang bertengkar dengan salah satu pembelinya yang mengembalikan ikan setelah beberapa hari dibeli. Betapa kagetnya ia melihat nama toko ibu Park Ha, toko Dong Hae. Ayah menyuruhnya datang ke toko Dong Hae untuk membuktikan kebenaran kata-katanya.
Tae Moo shock mengetahui hal ini. Bukankah pemilik toko itu adalah ibu Park Ha yang pernah meminta pekerjaan untuk anaknya Park Ha? Tae Moo menyapa Ibu yang sangat gembira didatangi Tae Moo dan mengajaknya untuk masuk ke dalam tokonya.
Tae Moo lebih shock lagi saat
masuk ke ruangan ibu dan melihat foto keluarga yang tergantung di dinding. Ia
mengenali laki-laki yang ada di foto itu yang sama dengan foto yang ditunjukkan
CEO Jang.
Ibu melihat keterkejutan Tae Moo dan saat ia tanyakan mengapa, Tae Moo menjelaskan kalau ia tak tahu kalau Park Ha memiliki keluarga. Saat Park Ha mengisi data kepegawaian, ia tak memberikan satupun nama anggota keluarganya. Ibu menganggap hal itu sebagai sesuatu yang wajar. Saat ia menikah, ia membawa seorang anak, ia menunjuk Se Na kecil, dan ayah Park Ha membawa Park Ha. Namun mereka tak pernah mendaftarkan pernikahan mereka di kantor catatan sipil. Dan suaminya telah meninggal 2 tahun yang lalu.
Tae Moo teringat saat pertama ia bertemu dengan Park Ha di apartemen Se Na dan bagaimana ia memanggil Se Na dengan panggilan ‘eonni’. Ia kembali ke kantor dan melihat foto yang diberikan CEO Jang lagi. Setelah yakin kalau pria di dua foto itu adalah pria yang sama, ia pun tersenyum gembira.
Tae Moo segera menelepon Se Na memintanya untuk bertemu. Ia ingin membicarakan tentang keluarga Se Na.
Yi Gak akhirnya turun ke bawah dan bertanya pada Becky tentang keberadaan Park Ha. Becky tak tahu. Ia juga tak bisa bertanya pada Mimi karena Mimi sedang pergi ke studio animasi. Harapan Yi Gak untuk menemukan Park Ha menjadi nol.
Se Na menganggap pertemuannya dengan Tae Moo karena Tae Moo telah mendengar kondisi keluarga yang sebenarnya. Tapi Tae Moo tak mempermasalahkannya. Ia tak peduli latar belakang keluarga Se Na yang memiliki ibu seorang penjual ikan di pasar. Ia bahkan tak peduli kalau Se Na berbohong.
Yang lebih ia pedulikan sekarang
adalah alasan Se Na menyembunyikan kenyataan kalau Park Ha adalah adiknya, yang
pasti Se Na sadari kalau Park Ha adalah putri dari CEO Jang. Dan Tae Moo tahu
kalau Se Na tak mau Park Ha mewarisi semua yang dimiliki CEO Jang.
Jadi ia mengajak Se Na untuk melakukan satu hal,
“Berpura-puralah menjadi putri CEO Jang yang hilang.” |
Yang paling penting adalah mengirim Park Ha pergi sehingga ia tak dapat muncul di perusahaan ataupun bertemu dengan CEO Jang. Setelah itu keadaan mereka akan kembali seperti sedia kala. Tae Moo meminta Se Na untuk mempertimbangkan masak-masak.
Berpisah dengan Tae Moo, Se Na memikirkan tawaran yang sangat menggoda darinya.
Yi Gak duduk di kursi sepanjang malam. Satu per satu, ia nyalakan kembang api milik Park Ha. Bukan untuk merayakan kepergian Park Ha. Tapi lebih pada mengingat Park Ha yang tak akan kembali lagi. Ia terjaga sepanjang malam ditemani dengan sekotak kembang api yang telah habis terbakar.
Betapa kagetnya ia saat melihat Park ha muncul dari bawah, berjalan santai walau terlihat lelah dan bertanya apa yang sedang Yi Gak lakukan. Yi Gak bertanya balik, apa yang sedang Park Ha lakukan? Bukankah Park Ha telah pergi?
Park Ha bingung, “Pergi kemana? Aku belum mau pergi. “ Ia terkejut melihat semua kembang api telah dibakar habis oleh Yi Gak. “Kenapa kau menyalakannya? Itu kan punyaku.”
Yi Gak meradang mendengar
kata-kata Park Ha yang lebih mempedulikan kembang api itu, “Apakah kau tahu
betapa susahnya aku mencarimu? Yang kau tinggalkan hanya sebuah surat dan aku
tak tahu bagaimana menghubungimu! Apakah kau ingin aku mati karena khawatir?
Kenapa kau membuatku seperti ini? Kemarin, sepanjang malam hatiku berdebar-debar, menyesakkan dan terasa mau pecah! Rasanya mau aku mau gila. Tak peduli seberapa banyak aku berteriak, tapi tetap tak ada gunanya.
Tapi melihatmu sekarang, aku menyadari kalau.. aku.. aku merindukanmu. Aku menyukaimu.”
Air mata merebak di mata Yi Gak. Begitu pula Park Ha yang sudah meneteskan air mata mendengar pengakuan Yi Gak. Walau begitu Park Ha terlihat terluka dan marah, “Kau selalu melakukan apapun sesuka hatimu.”
Park Ha berbalik memunggungi Yi Gak. Namun kali ini Yi Gak tak membiarkan Park Ha memungguinya lagi. Ia menarik dan membalikkan Park Ha ke dalam pelukannya, untuk kemudian menciumnya.
*episode ini buat aku dak duk duer... nangis , terharu,wa... yi gak... park ha... :')
so sweet... :))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar